Muhammad Sebagai Pemimpin
B.
Penghargaan dunia terhadap Muhammad Saw di bidang Hukum
Salah satu
bentu penghargaan dan pengakuan dunia terhadap peranan beliau dalam hukum
adalah terdapatnya image Muhammad Saw disalah satu ruang siding di
Mahkamah Agung (Supreme Court) Amerika serikat sebagai salah satu tokoh
hukum dunia sepanjang zaman.
Meskipun hal ini
merupakan kontroversi dan mengundang protes karena ajaran islam melarang untuk
mengambarkan fisik nabi Muhammad Saw dalam bentuk gambar, lukisan, patung,
relief, dan sebagainya, keberadaan beliau bersama tokoh-tokoh dunia lain
menunjukkan prestasi beliau yang luar biasa dibidang hukum.
Terlepas dari
kontroversi tersebut, hal ini menunjukkan bahwa Muhammad Saw merupakan salah
satu dari 18 orang Pembina hukum (law givers) utama dunia. Ke-18 orang
tokoh hukum terdiri dari 9 orang yang berasal dari era sebelum masehi, dan 9
orang sesudah masehi mereka adalah:
Table tokoh hukum dinia sepanjang
masa
Sebelim
masehi
|
Sesudah
masehi
|
Menes
|
Justinia
|
Hammurabi
|
Muhammad Saw
|
Moses
|
Charlemagne
|
Solomon
|
King john of England
|
Lycurgus
|
King louis IX of france
|
Solon
|
Hugo Grotius
|
Draco
|
Sir William blackstone
|
Confucius
|
Jonh marshall
|
Augustus
|
Napoleon
|
Penghargaan ini
tidak terlepas dari jasa-jasa Muhammad Saw dalam membina hukum masyarakat yang
kemudian diwariskan dari generasi ke generasi. Warisan sistem hukum dan dan
aturan-aturan yang ditinggalkan beliau telah ikut mempengaruhui tatanan hukum
dunia.
Hukum Islam yang mulai
diterapkan pada masa beliau masih hidup, kemudian menjadi system hukum yang
diterapkan diberbagai wilayah yang berda dibawah kekuasaan kaum Muslim.Sistem
hukum ini terus dipelajari dan dikembangkan. Parapelajar Eropa yang menuntut
ilmu disentra-sentra pendidikan pada abad-abad kejayaan Islam di tengari ikut
mempelajari hulum Islam. Besar kemungkinan sistem hukum yang mereka pelajari
mempengaruhi sistem hukum Eropa pada abad pertengahan hingga sekarang.
Kalau dilihat dari
daftar tokoh hukum dunia diatas, tampak Muhammad adalah bukan satu-satunya
peletak dasar hukum dunia. Beliau merupakan adalah salah satu rantai utama
perkembangan hukum dunia. Dalam banyak hal, memang beliau membuat system dan
aturan-aturan baru, namun beliau juga mempertahankan system dan aturan-aturan
yang sudah ada jika dipandang sejalan dengan ajaran Islam. Paratokoh hukum
sesudah beliau turur pula memberikan sumbangan sehingga tatanan hukum di
berbagai negera menjadi semakin baik dalam rangka memenuhi tuntunan parapencari
keadilan.
C.
Peran Rasulullah Saw Dalam Pembentukan Legal Jurisprudence
Periode
Rasulullah Saw adalah periode yang peling penting dalam pembentukan legal
jurisprudence (fiqh) karena hukum yang ditetakan pada periode ini merupakan
sumber utama dalam pembentukan legal jurisprudence, yang ada dalam setiap
kurun, baik di masa yang lalu, sekarang dan yang akan datang.
Legal
jurisprudence pada fase awal disebut fiqh wahyu karena hukum-hukumnya
diturunkan kepada Rasulullah Saw secara langsung baik secara lafaznya
(al-qur’an) atau secara maknanya (al-hadits) dan kemudian Rasulullah Saw menyampaikan
kepada umatnya. Jadi sumber legal jurisprudence pada periode ini adalah hanya
wahyu. Adapun ijtihat yang dilakukan beliau termasuk bagian dari wahyu karena
ijtihatnya selalu dalam bimbingan wahyu dan tidak ada yang disampaikan oleh
Rasulullah Saw kecuali dalam bentuk wahyu, baik secara langsung atau pun tidak
langsung sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya:
“Dantidaklah
yang diucapakan itu (al-qur’an) menuntut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu
tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).”
1.
“Karir hukum” Muhammad Saw
Sebagaimana
diketahuai, masyarakat Arab jahiliyah hidup dengan bersuku-suku atau
kebilah-kabilah. Mereka belum mempunya sistem pemerintahan yang baik
sebagaimana daerah-daerah sekitar mereka semisal wilayah kekuasaan Romawi,
Persia, dan Habsyi. Bangsa Arab mempunyai aturan-aturan tersendiri menurut suku
atau kabilah masing-masing. Adat antara suku yang satu berbeda dengan suku yang
lain.
Perbedaan
aturan-aturan hukum adat ini menemukan persoalan ketika terjadinya
persinggungan hukum antara anggota suku yang satu dengan anggota suku lain. Hal
ini seringkali menimbulkan peperangan karena ada yang tidak terpuaskan dalam
keadilan yang dirasakan oleh salah satu atau kedua suku tersebut. Untuk
menyelesaikan masalah tersebut biasanya mereka mengangkat seseorang sebagai
penengah. Kapada orang tersebut meminta fatwa hukum terhadap perkara yang
terjadi diantara kedua anggota suku tersebut. Mereka sepakat taat kepada
keputusan yang dibuat oleh penengah tersebut.
Nabi Muhammad
Saw sendiri pernah diminta untuk menjadi penengah terhadap perkara yang timbul
antara suku-suku Qurais. Hal ini terjadi sebelum beliau menjadi seorang utusan
Allah ketika beliau memutuskan perkara siapa yang paling berhak meletakkan
kembali batu hitam (hajar al-aswad) ketempatnya semula.
Perselisihan itu
semakin keras sehingga hampir menimbulkan keributan. Kemudian, salah seorang
mereka mengusulkan untuk menggangkat seorang penegah untuk memutuskan siapa
yang berhak untuk melakukan tugas tersebut. Namun siapa orangnya, ia
mengusulkan orang yang mereka minta fatwa adalah orang yang pertama sekali
masuk komplek haram keesokan harinya.
Ternyata, orang
yang muncul keesokan harinya adalah Muhammad Saw. Melihat yang akan diminta
keputusan hukum adalah Muhammad Saw, suka hatilah mereka karena telah mengenal
pribadi Muhammad Saw sebagai seorang baik dan jujur. Mereka punrela menaati
keputusan yang akan dibuat oleh Muhammad Saw atas perkara tersebut.
Setelah
mengetahuai perkara dan berfikir sejenak, Muhammad Saw meminta sehelai kain.
Kain tersebut dibentangkan kemudiaan beliau meletakkan batu tersebut di atas
kain itu. Kemudian beliau meminta masing-masing pemimpin Qurais untuk memengang
tepi kain itu dan menggotong batu tersebut ketempat semula.
Kemudian beliau
meletakkan batu itu ketempatnya. Dengan demikian selesailah persoalan tersebut.
Masing-masing pemimpin merasa puas karena mereka telah turut melakukan tugas
terhormat tersebut.
Demikianlah
jelasnya karir hukum Muhammad saw telah dimulai sejak beliau belum diangkat
menjadi Rasul. Setelah diangkat menjadi Rasul, karir ini meningkat dan semakin
kompliks. Beliau bukan hanya bertindak sebagai penegah hakim, tetapi juga
melakukan fungsi-fungsi seorang legislator, hakim, menteri kehakiman, jaksa,
penyidik, dan fungsi-fungsi yang terkait denga hukum lainnya.
D.
Peran Rasulullah Saw Dalam Pembinaan Hukum
Dalam pembinaan hukum, setidaknya
ada tiga hal yang dilakukan Rasulullah Saw yaitu pembunaan aturan-aturan hukum,
pembinaan lembaga peradilan, penegak hukum dan pembinaan lembaga-lembaga
terkait, dan pembinaan masyarakat hukum. Dengan demikian beliau melakukan
fungsi sebagai legislator, hakim agung, menteri kehakiman, dan jaksa agung.
Gambaran ringakas bagaimana beliau menjalankan fungsinya.
1.
Pembinaan
Aturan Hukum (undang-undang)
Idealnya, dalam
suatau masyarakat ada aturan-aturan atau Norma yang dipenuhi dan oleh semua
angota masyarakat. Aturan-aturan dapat berupa norma-norma akhlak dan
norma-norma hukum.
Aturan-aturan
hukum yang dipakai saat itu adalah aturan-aturan hukum adat yang diwariskan
secara turun-menurun. Sementara masyarakat yahudi yang mendiami jazirah Arab
waktu itu memiliki acuan yang lebih jelas dengan mengunakan kitab taurat
sebagai hukum.
Risalah Islam
yang dibawa Muhammad Saw juga berisi aturan-aturan hukum. Namun risalah
tersebut tidak turun dimasyarakat hampa hukum sama sekali. Oleh karena itu,
terdapat bebarapa aturan hukum yang menjadi sumber begi para pencari keadilan
pada masa Rasulullah Saw. Sumber-sumber hukum tersebut adalah wahyu, adat
masyarakat Arab yang sudah diadaptasikan oleh Islam, hukum-hukum agama yahudi
dan Kristen bagi pemeluknya, dan aturan-aturan hukum baru yang merupakan hasil
kesepakatan berbagai kelompok masyarakat.
Aturan-aturan
hukum yang berupa wahyu yang tertulis dia atas berbagai media seperti dipelepah
kurma dan kulit binatang. Penulis ini atas perintah Rasulullah Saw kepada para
penulis wahyu. Di samping itu, kemungkinan ada sahabat-sahabat lain juga yang
menulis wahyu. Dengan demikian, aturan-aturan hukum yang bersumber dari wahyu
(al-qur’an) ini ditulis seiring ditulis al-qur’an. Tentu saja tidak ditulis
secara ekslusif berupa kumpulan ayat-ayat hukum, tetapi di tulis secara
keseluruhan al-qur’an. Selain ditulis ayat-ayat hukum juga dihafal oleh para
sahabat dan dijadikan rujukan ketika memutuskan persoalan hukum.
Sumber hukum
lainnya adalah adat istiadat masyarakat Arab yang tidak bertentangan dengan
syari’at yang dibawa Rasulullah Saw aturan-aturan adat ini lebih banyak
norma-norma dalam pergaulan masyarakat. Sementara aturan-aturan yang tidak
sesuai dengan ajaran dihapuskan baik sekaligus maupun bertahap. Aturan-aturan
yang dihapus antara lain beberapa perkawinan jahiliyah, kebiasaan mengunding
nasib dengan anak panah, adat membunuh anak perempuan dan sebagainya.
Sumber-sumber
lain adalah kitab-kitab suci terdahulu. Aturan-aturan ini mengikat kepada para
pemeluk agama terkait seperti yahudi dan nasrani. Dalam satu riwayat menyatakan
bahwa Rasulullah menghukum warga yahudi berdasarkan aturan dalam kitab taurat.
Antara lain
itu, aturan-aturan hukum di buat berdasarkan kesepakatan antara pihak-pihak
yang mengikatkan diri dengan kesepakatan itu. Ketika ada pihak yang mengikatkan
diri dalam perjanjian ini melangar kesepakatan, maka akn dihukum berdasarkan
aturan yang disepakati tersebut.
2.
Pembinaan
Lembaga Peradilan
Sebagaimana yang diketahui, Rasulullah juga berfungsi sebagai hakim
yang memutuskan perkara mereka yang mencari keadilan pada waktu itu. Dalam
sistem hukum modern, hakim dan lembaga peradilan merupakan bagian penting
bersama dengan jaksa dan para kepolisian sebagai pelaksana penyelidik,
penututan dan eksekusi keputusan hukum yang di buat oleh hakim. Peranan ini
sebagian sudah ada pada zaman Rasulullah Saw dalam bentuk sederhana.
Dalam pembinaan lembaga peradilan, ada
beberapa hal yang dilakukan oleh Muhammad Saw seperti pengangkatan hakim dan
pembinaan hukum acara peradilan. Pembinaan hakim dilakuakan dengan cara
mengangkat beberapa sahabat qadhi dibeberapa daerah, mirip seperti hakim Negara
pada masa sekarang dengan Rasulullah Saw sebagai hakim agungnya.
Sebelum mengangkat dan mengirim hakim atau
qadhi kesuatu daerah, Rasulullah Saw terlebih dahulu melakukan semacam fit and
proper test seperti terungkap dalam suatu dialog yang sangat terkenal antara
Rasullah Saw dengan mu’adz bin Jabal sebelum diutus sebagai qadhi.
3.
Penegakan
Hukum
Rasulullah Saw juga melakukan pembinaan dalam penegakan okum.
Beliau mengakatakn bahwa semua orang mempunyai kedudukan yang sama dihadapan
okum (equality before the law). Tidak ada orang bersalah yang terbebas dari
okum sekalipun Ia mempunyai kedudukan yang terhormat ditengah masyarakat.
Dalam memutuskan perkara beliau menganjurkan agar para hakim
mengetahui dan memahami benar adanya perkaranya. Oleh karna itu dibutuhkan
penyelidikan agar orang yang berperkara tidak terzalimi atau diuntungkan oleh keputusan
hakim.
4.
Pembinaan
Masyarakat Hukum
Peranan
Nabi Muhammad Saw dalam pembinaan hukum tidak saja terkait dengan lembaga
peradilan saja tetapi juga melakukan pembinaan terhadap masyarakat hukum. Penegakan
hukum hanya salah satu pilar dari budaya hukum dibangun dalam suatu masyarakat
taat hukum. Betapapun, pembinaan kesadaran masyarakat terhadap hukum jauh lebih
penting dari pada penegakan hukum itu sendiri. Ketika masyarakat sudah taat
terhadap hukum maka penegakan hukum akan tidak perlu. Dengan demikian,
biaya-biaya atas penegakan hukum itu sendiri dapat ditekan. Disamping itu
masyarakat dapat berkonsentrasi untuk meningkatkan kehidupan mereka tanpa
mengganggu atau diganggu oleh orang lain.
Ayat-ayat makkiay yang lebih banyak terkait dengan persoalan aqidah
dan akhlak sepertinya mengisaratkan adanya persiapan terhadap suatu masyarakat
ideal yang akan dibangun yaitu masyarakat yang taat kepada hukum. Persiapan Ke
arah itu untuk mengkondisikan masyarakat mempunyai pemahaman dan kesadaran akan
ketuhanan dan masyarakatan yang tinggi. Dengan adanya kesadaran ilahiyah dan
ijitimah’iyahini anggota masyarakat akan mematuhi aturan-aturan yang terkait
dengan ibadah dan muamalah secara sukarela tampa paksaan.
Inilah kurang lebih yang dimaksud Nabi Muhammad Saw ketika beliau
bersabdah dalam hadis yang terkenal bahwa jika tuhan mengendaki kebaikan untuk
seseorang maka dibuatlah dia menjadi faqih (orang yang paham) dalam agamanya.
Demikian pula sebuah firman ilahi yang tidak jauh maknanya dari hadis itu,yang
menegaskan hendaknya dalam setiap masyarakat harus ada kelompok orang melakukan
tafaquh (usaha memahami secara mendalam) tentang agamanya. Diharapkan agar para
sepesialis ini dapat menjalankan pesan sebagai sumber kebutuhan moral (moral force)
masyarakat. Mereka inilah yang dalam sosiologi dikenal sebagai masyarakat sipil
(civil society).
Dengan demikian.masyarakat yang dibentuk
oleh rasulullah Saw adalah masyarakt yang tidak sekedar menjadi masyarakat
hukum (legal society) biasa,
Namun
masyarakat yang pada hakikatnya adalah suatu masyarakat akhlak (ethical
society). Masyarakat akhlak inilah yang memiliki kesadaran terhadap norma dan
peradapan yang tinggi disamping juga mematuhi norma-norma hukum.
E.
Karakteristik Hukum Islam
Sistem hukum Islam yang dibawa
Rasulullah saw mempunyai beberapa karakter yang membuatnya berbeda dengan
sistem hukum yang ada pada waktu kelahirannya hingga sekarang. Berikut di bawah
ini dibahas beberapa karakteristik hukum islma.
1.
Rabbaniyyah
Hal yang paling membedakan hukum Islam dengan sistem hukum lainnya
adalah bahwa hukum Islam merupakan hukum yang bersumber dari Allah atau
bersifat rabbaniyyah. Hukum islma di buat oleh syari (pembuatan syariat) yaitu
Allah swt sendiri. Hukum Allah itu diturunkan melalui wahyu.
Namun, hal ini tidak berarti bahwa al-qur’an merupakan sebuah kitab
hukum karena tidak semua kandungan al-qur’an berisi aturan-aturan hukum.
Ayat-ayat hukum merupakan sebagian dari ayat-ayat al-qur’an. Kandunagan al-qur’an
yang lainya berkaitan dengan masalah akidah, akhlak, dan sebagainya. Allah swt
berfirman:
“dan sesungguhnya kamu benar-benar diberi al-qur’an dari sisi
(Allah)yang maha bijaksana lagi mengetahui.”
Di samping al-qur’an sebagai sumber hukum dari Allah, terdapat pula
aturan-aturan hukum yang ‘dikeluarkan’ oleh Rasulullah Saw yang kemudian
dikenal sebagai hadis. Hal ini karena semua perkataan dan ketetapan Rasulullah
Saw merupakan wahyu juga namun tidak termasuk dalam al-qur’an. Artinya,
ketentuan-ketentuan yang dikeluarkan Rasulullah Saw mendapat pentunjuk wahyu
atau dibenarkan oleh wahyu. Kalau ada ketentuan Rasulullah saw yang kurang
tepat maka kemudian turun wahyu yang meluruskannya. Allah berfirman:
“Dan tidaklah yang diucapkan itu (al-qu’an) menurut kemaunanya hawa
nafsunya, ucapannya itu tiada lain ialah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).”
Konsekuensi yang bisa dilihat dari hukum Allah itu adalah sebagai
berikut:
1.
Hukum
Islam itu semputna dan tidaj terhinggapi oleh kekurangan apapun, kebodohan,
hawa nafsu dan kezaliman.
2.
Hukum
Islam itu lebih berwibawa dan dihormati oleh semua orang-orang yang beriman
karena merupakan ciptaan Allah.
3.
Syumul(comprehensive). Hukum Islam mencakup semua aspek baik politik,
ekonomi, social, kenegaraan, manajemen dan lainnya. Oelh karena itu, orang yang
mengaku Islam tidak boleh mengambil hukum Islam secara parsial tapi harus
menyeluruh.
2.
Tadarruj
(bertahan)
“Sesungghnya kami telah menurunkan al-qur’an kepadamu (hai
Muhammad) dengan berangsur-rangsur.”
Muhammad saw melakukan pembinaan hukum masyarakat secara bertahap.
Di masa awal risalah, masyarakat Arab masih menganit adat dan hukum Arab
jahiliyah dengan kuat. Oleh karena itu, tidak bijak kalau dilakukan perubahan
hukum dan budaya secara drastis. Ayat-ayat al-qur’an yang membawa pesan hukum
diturunkan secara berangsur-rangsur. Hukum-hukumnya pun datang beriringan,
sesudah sesuatu sebab yang menghentikan hukum itu atau sesudah berakarnya hukum-hukum
yang telah ditetapkan sebelumnya. Kemudian baru datanglah hukum lain. Misalnya,
hukum minum khamar (minuman keras) pada awalnya berupa celaan saja,
kemudian meningkat menjadi larangan mengerjakan shalat dalam keadaan dibawah
pengaruh minuman keras.
Pada tahap akhir, khamar diharamkan bersama-sama dengan judi dan mengadu nasib.
Shalat pada awalnya difarhdukan dua rakat diwaktu pagi hari dan dua
rakaat diwaktu petang. Kemudian barulah difardhukan shalat lama kali sehari
semalam.
Puasa pada awalnya diwajibkan tiga hari dalams setiap bulannya. Kemudian, baru
difardhukan puasa Ramadhan.
3. Umum (general)
Hukum islam itu berlaku untuk semua manusia, baik
arab maupun non arab, hal itu ditegaskan dalam firmannya:
“Dan kami tidak mengutuskan
kamu, melainkan kepada umat manusia sebelumnya sebagai pembawa berita gembira
dan sebagai pemberi peringatan.”
Kemumuman hukum-hukum islam bisa dilihat dari
maslahat yang menjadi standar acuannya, apakah maslahat tersebut bersifat
parsil atau pun umum, hal itu seperti yang titegaskan dalam al-qur’an:
“Dan tidaklah kamu memutus kamu, melainkan untuk
(menjadi) rahmat bagi semesta alam”.
Keumuman syariat islam bisa dilihat daru indikator
berikut ini:
1. Bahwa syariat islam sangat memperhatikan maslahatan
manusia dalam menetapkan hukum karena tidak ada hukum yang ditetapkan untuk
manusia kecuali untuk kemaslahatan manusia itu sendiri. Untuk itu, para ulama
menyimpulkan dalam kaidah fiqh bahwa: “Setiap hukum itu sangat tergantung pada
maslahat yang terkandung didalamnya” dan kaidah hukum: “Menolak madharat itu
lebih di utamakan daripada menarik manfaat.” Semua itu mempunyai arti yang sama
bahwa syariat islma itu diciptakan semata-mata untuk kemaslahat untuk umat
manusia.
2. Adanya konsep “rukhsah dan azimah”
(keringanan) yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi setiap hambanya.
Kemampuan itulah yang menjadi standar pelaksanaan hukum bisa tercapai. Untuk
itu ada khususnya bagi mereka yang belum terbiasa dan mampu dalam melaksanakan
hukum islam, bisa menerapkan secara bertahap (tadarruj) tapi sifat tadarruj itu
bersifat temporer dan bukan untuk selamanya.
4. Ideal dan realitis
Hukum islam juga mempunyai karakteristik mudah,
realitis dan ideal serta tidak membebani diluar kemampuan manusia. “Barang
siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan
tidak pula melampoi batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah maha
pengampun lagi maha penyayang.
5. Wasathiyah (moderate)
Kelebihan syariat islam lainya adalah memiliki
karakter moderat atau seimbang, yaitu sikap seimbang dan proporsional dalam
menyikapi semua masalah dan hal-hal yang saling bertentangan. Misalnya,
seimbang dalam menyikapi konsep ketuhanan dan kemanusiaan, seimbang dalam
menyikapi materialisme dan spritualisme, seimbang dalam keduniaan dan
keakhirataan, seimbang dalam menempatkan akal dan wahyu, seimbang dalam
menempatkan kepentingan pribadi dan umum, dan sebagainya.
“Dan Allah telah meninggikan langit dan dia
meletakkan neraca (keadilan). Supaya kamu jagan melampai batas tentang neraca
itu. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan jagan lah kamu merugikan
neraca itu.”
Indikator kemudaratan hukum islam bisa dilihat
dari hukum ibadah yang ditetapkan. Islam tidak menuntut manusia untuk melakukan
ibadah terus menerus dan meningalkan kewajiban dunia.
Hukum islam memilih posisi yang moderat dalam artian tidak ekstrim kekanan
atau kekiri. Hukum islam melarang terlalu mementingakan aspek ruhaniyah dan
melupakan aspek lahiriyah. Demikian juga sebaliknya. Inilah yang dikenal
sebagai teori wasatiyah menyelaraskan antara kenyataan atau fakta dengan
indetitas atau cita-cita.
Hal ini tergambarkan dalam beberapa petunjuk
al-qur’an dan sunnah sebagaimana berikutnya:
1. Karena itu jaganlah kamu terlalu cenderung (kepada
yang kamu suka) sehingga kamu biayarkan lang lain terbengkalai.
2. Dan jalan lah kamu jadikan tanganmu terbelenggu
pada lehermu dan jaganlah kamu terlalu mengulurkannya agar kamu tidak tercela
dan menyesal.
3. “….dan orang-orang yang apabila menjalankan ciri
khas muhammad saw, berlebihan dan tidak pula kikir, akan tetap berada diantara
keduanya.
4. Dari makanan yang bisa engkau berikan kepada
mereka.
Konsep wasathiyah atau moderat in merupakan
ciri khas muhammad saw, agama islam, dan pengikutnya. Hal ini sebagaimana firman
Allah awt:
“dan demikian kami telah menjadikan kamu umat
pertengahan (moderet) agar kamu menjadikan seksi terhadap manusia…
6. Murunah (flexible)
Hukum islam mempunyai kemampuan bergerak dan berkembang, mempunyai daya
hidup, dapat membentuk diri sesuai dengan perkembangan dan kemajuan zaman.
Hukum islam terpancar dari sumber yang kuas dan dalam yang bemberikan kemanusia
kapada manusia sejumlah hukum yang positif yang dapat dipergunakan sepangajang
masa dan di mana saja.
Prinsip-prinsip hukum islam dan kaidah-kaidah universalnya bisa
mengakomodasi semua tuntutan waktu dan tempat, kapan dan dimanapun. Hal itu
bukan berati hukum islam berubah-rubah tergantung siapa, kapan dan dimana
tetapi karena hukum islam itu mempunyai dua dimensi hukum.
Pertama, hukum yang berhubungan dengan prinsip-prinsip hukum islam dan
kaidah-kaidah universalnya permanen, tidak berubah dengan berubahnya waktu dan
tempat. Sebagai contoh, keharusan untuk berlaku adil dalam sestem peradilan
adalah merupakan prinsip dan kaidah universal dan permanen, tidak berubah
dengan berubahnya waktu dan tempat tetapi masalah tekni dan operasional
penegakan peradilan, itu tergantung tempat dan pelaksanaan peradilan dan itu
bisa berubah dari waktu kewaktu dan dari suatu tempat ketempat lain.
Kedua, hukum yang berhubunga dengan teknis dan operasional, dimana hukum tersebut
dipengaruhi oleh tuntunan waktu dan tempat. Sebagai contoh, untuk mencapai
keadilan itu ada teknis dan mekanisme, bisa melalui lembaga peradilan, lembaga
arbitrase atau lembaga bisa yang berusaha untuk memadaikan pihak-pihak yang
bersengketa. Begitu pula alat-alat pembuktiannya, bisa dilakukan dengan
menyiapakan data dan bukti faktual, atau melalui kesaksian atau melaluai
seumpah atau melaluai qarinah (tanda) dan lainya.
7. Al-‘adalah (adil)
Allah telah menegakkan keadilan dimuka bumi dan di langit dan
menyuruh makhluknya untuk menegakkannya dan melaksanakannya, hal itu ditegaskan
dalam firmannya:
“wahai orang-orang
yang beriman, jadilah kamu orang yang
benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi kerena allah biyarpun terhadap
dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin,
maka allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka jaganlah kamu mengikuti hawa nafsu
karena inggin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar kebalikan
(kata-kata) atau engan menjadi saksi, maka sesungguhnya allah maka mengetahui
segala apa yang kamu kerjakan.”
Khalifah Umar Bin
khathob pernah menulis surat kepada salah seorang Qadhi, Abu Musa al-asy’ari
yang isinya, “persakanlah semua manusia didalam majelismu, didepanmu dan
dipengadilanmu agar para bangsawan tidak tamak kepada kecuranganmu dan orang
yang lemah tidak putus asa terhadap keadilanmu. Jaganlah engkau dihalangi untuk
kembali kepada kebenaran oleh keputusan yang telah engakau putuskan pada hari
ini kemudian kelihatan olehmu mana yang benar setelah mengulangi penyelidikan,
karena sesungguhnya kebenaran itu adalah barang yang sedah lama, tidak dapat
dibatalkan oleh sesuatu apapun. Kembali kepada kebenaran adalah lebih baik
daripada terus berkelimang dalam kebatilan.
Kepada amar bin
‘Ash, Umar berkata, “sejak kapan kamu memperbudak manusia, padahal mereka
terlahir sebagai orang-orang yang merdeka?”
Demikianlah
prinsip keadilan dan kesetraan didepan hukum diteladankan oleh muhammad saw dan
diwariskan kepada umatnya.
8. Tidak sukar
Segala bentuk taklif pembebanan
hukum dalam islam adalah dalam batas-batas manusia (‘ala thaqata
al-basyariyyah) hal ini sebagaimana disebutkan dalam nash-nash (dalil)
berikut:
“.....dan tidak menjadika agama untuk
kamu sebagai suatu kesukaran...”
Jika muncul
kedua kendala-kendala dalam menjalankan hukum syari’ secara sempurna, maka
Allah swt memberikan rukhsah (keringanan) dalam pelaksanaannya.
Misalnya, kebolehan tidak berpuasa ramadhan jika sakit dan dalam perjalanan,
kebolehan shalat duduk jika tidak sanggup berdiri, dan sebagainya.
9. Qillatu al-Taklif meminimalisir kewajiban hukum
Ketika al’quran menyebutkan hal-hal yang
diharamkan, hal tersebut diperinci satu persatu.
Sedangkan kalau menyangkut hal-hal yang diperolehkan tidak dijelaskan secara
rinci.
Allah juga tidak membenarkan kita untuk mengharamkan sesuatu yang tidak di
jelaskan keharamannya oleh nash (dalil syar’i).
Dalam hal ibadah, kai’dah ushul fiqih
mengungkapkan “hukum asal dalam ibadah adalah haram, sampai ada dalil yang
mengatakan sebaliknya”. Sementara dalam perkara muamalah (hubungan antara
manusia), kai’dah ushul fiqih mengatakan, “hukum asal dalam muamalah adalah
boleh, sampai ada dalil yang mengakatkan sebaliknya.”
10. Jalbu al-mashalih
Hukum yang diterapkan oleh nabi muhammad saw
adalah hukum yang sesuai dengan kemaslahatan manusia. Misalnya, kiblat pada
mulanya diarahkan ke baitul maqdis selama enam belas bulan, kemudain dimanskuh
(diganti) menghadap kemasjidil haram dimakkah zina dilarang agar manusia dapat
hidup lebih bermatabat dan jelas diturunkannya. Sebagai gantinya, nikah di
anjurkan agar manusia hidup tentram.
11. Takamul/Syumul
Takamul berarti hukum islam itu bersifat tetap,
sempurna dan berkumpul padanya berbagai macam pandangan hidup. Hukum islam
membentuk umat dalam kesatuan yang padu walaupun mereka berbeda-beda bangsa,
bahasa dan budaya. Walaupun terjadi perubahan ruang dan waktu, namun hukum
islam tetap mempunyai krakter yang utuh, hormanis dan dinamis.
Hukum islam menghimpun berbagai hal dalam satu
kesatuan. Karenanya hukum islam tidak menghendaki adanya pertentangan antar
ushul pokok dengan furu’ (cabang). Satu sama lain melengkapi, saling
menguatkan.
Hukum islam dapat diterima oleh ahlul naqlyang
mengutamakan teks wahyu dibidang rasio, dan ahlul ‘aql yang lebih
mengutamakan rasio dibidang teks wahyu.
Hukum-hukum islam itu terdiri dari beberapa
bagian:
a. Hukum yang berhubungan dengan aqidah
b. Hukum yang berhubungan dengan akhlak
c. Hukum yang berhubungan dengan manusia dan
penciptanya
d. Hukum yang menyangkut hubungan atara manusia
dengan sesama manusia, yang terdiri dari hukum keluarga, hukum sipil, dan hukum
pidana.
F. Periode pembentukan
hukum islam
Pada masa
Rasulullah saw sember hukum yang paling utama adalah al-qur’an dan sunnah nabawiyah.
Prilaku beliau pun didasarkan kepada wahyu yang disampaikan kepadanya.
Para ahli sejarah
hukum islam biasanya membagi periodesasi hukum islam pada masa Rasulullah saw
menjadi periode makah dan periode madinah. Menurut mereka terdapat perbedaan karakteristik
dakwah dan pembinaan hukum antara periode makkah dan sesudah hijrah.
1. Fase makkah
Rasulullah saw menerima wahyu di makkah selam
kurang lebih 13 tahun. Karakteristik wahyu yang diturunkan di makkah lebih
ditekankan pada demensi akidah dan akhlak dan belum menyentuh masalah-masalah
hukum praktis dengan sedikit pengecualian. Adapun sebab penekanan pada aqidah
karena aqidah itu merupakan fondasi utama untuk membentukan semua hukum yang
akan diberlakukan, baik ibadah, muamalah, maupun akhlak.
Pada masa ini belum banyak hal-hal yang menyangkut
hukum yang disampaikan oleh muhammad
saw. Karena itu tidak ada aturan-aturan hukum di dalam surat-surat yang
tergolong surat-surat makiyah seperti surat yunus, al-ra’du. Yasin, dan
al-furqan. Kebanyakan ayat-ayat makiyah berisikan hal-hal mengenai keimanan,
politik dan lainya.
2.
Fase
madinah
Setelah 13 tahun menerima wahyu di makkah dengan berbagai tantangan
dan hambatannya, beliau diizinkan untuk berhijrah ke madinah untuk dijadikan
sebagai tempat pengembangan dakwah dan pengokohan aplikasi hukum Islam.
Beliau dan para sehabatnya berhijrah ke madinah untuk mendapatkan
tempat yang cocok untuk mendukung aplikasi system hukum dan mendirikan
masyarakat baru dengan system baru, baik dari segi manajemen, hukum, social, politik
dan lainnya.
Dalam hubunga ini lah kemudian disyariatkan hukum-hukm perkawinan,
waris, wasiat, jual beli, sewa, hutang-piutang dan berbagai persoalan muamalah
lainnya. Demikina juga dengan hukum yang berhubungan dengan pemeliharaan
keamanan dalam masyarakat (jinayah) seperti hukum qisash, pencurian,
zina, dan sebagainya.
Oleh karena itu lah surat-surat madaniyah, seperti surat al-baqarah,
ali-‘imran, an-nisa, al-maidah, at-tawbah, an-nur, al-ahdzab, dan sebagainya
banyaknya mengandung ayat-ayat hukum disamping mengandung ayat-ayat tentang
aqidah, akhlak, sejarah, dan lain-lain.
G.
Madinah kota peradaban berlandaskan hukum dan keadilan
Manusia adalah makluk social
sehingga tidak mungkun hidup dengan baik dalam isolasi. Sementara itu, persyatan kehidupan social adalah adanya peraturan
yang disepakati dan dipatuhi bersama. Peraturan itu dapat berupa ajaran
keagamaan yang bersumber dari wahyu ilahi, dapat pula dari hasil perjanjian
antara sesama anggota masyarakat. Masyarakat beradap harus menghormati dan menaati
penjanjian antara manusia dengan tuhan, yaitu berupa ajaran agama.
Dalam hal keteguhan kepada hukum dan
aturan itu masyarakat madinah yang dipinpin nabi Muhammad saw telah memberi
keteladanan yang sebaik-baiknya. Sejalan dengan perintah Allah kepada siapa pun
agar menunaikan amanat-amanat yang diterima dan dilajankan hukum aturan manusia
dengan asli, masyarakat madinah adalah masyarakat hukum dan keadilan dengan
tingkat kepastian yang tinggi.
Kepastian melahirkan rasa aman pada
masyarakat, sehingga masing-masing warga dapat menjalankan tugasnya dengan
tenang dan mantap, tanpa khawatir akan berakhir dengan hasil yang berbeda dari
harapan. Kepastian hukum islam itu pangkal dari paham yang amat teguh bahwa
semua orang adalah sama hak dan kewajiban di depan hukum, dan keadilan tegak
karena hukum dilaksanakan tanpa membedakan latar belakang social ekonomi para
pihak yang bersangkutan.
Ajaran tentang keharusan mutlak
untuk menjalankan hukum dengan adil dan merata itu banyak dijumpai dalam
al-qur’an. Bahkan disebutkan sekalipun harus menimpa orangtua sendiri dan karib
kerabat.
Nabi Muhammad saw juga menegaskan bahwa kehancuran bangsa-bangasa terdahulu
karena jika “orang kecil” melangar pasti dihukum, sendangkan bila orang penting
itu melangar pasti dibiyarkan berlalu.
H.
Metode Pembentukan Hukum Islam
Kekuasaan tasyri’iyyah
(legislatif) pada masa itu dipengang oleh beliau sendiri, walaupun dalam
hal-hal mendesak dan tidak ada nash (wahyu) dan petunjuk dari nabi
Muhammad saw, para sahabat berijtihat mancari hukum, seperti yang dilakukan Ali
Bin Abi Thalib ketika diutus ke Yaman, dan Mu’az bin Jabal ketika diangkat
menjadi hakim di Yaman, Amr bin Ash, dan lain-lain.
Pembentukan hukum pada masa
Rasulullah saw tersebut dengan dua metode, yaitu:
1.
Munculnya
hukum yang menuntut adanya hukum yang mengatur atau ada masalah beru yang berkembang
dikalangan umat Islam. Dalam kondisi seperti ini, maka Rasulullah saw menunggu
sampai wahyu datang mengatur kejadian-kejadian baru tersebut atau beliau
berijtihat. Kalau ijtihatnya salah maka wahyu yang akan turun untuk membetulkan
kesalahan ijtihatnya. Jika ijtihatnya benar maka wahyu juga akan turun untuk menegaskan
kembali.
2.
Allah
menetapakan hukum tanpa diawali terlebih dahulu oleh sebuah pertanyaan atau
sebuah kejadian. Hal itu karena Allah memandang bahwa sudah
tiba waktunya untuk menurunkan hukum tersebut untuk mengatur masyarakat Muslim.
Hukum Islam ditetapakan bukan karena ada kejadian atau masalah pada waktu itu
saja, tetapi juga karena untuk menjawab persoalan yang mungkin terjadi pada
masa yang akan datang. Hukum juga untuk membentuk model berdasarkan
prinsip-prinsip tertentu seperti masalah penentuan kadar zakat, penerapan
system syura(musyawarah), permasalahan hukum keluarga dan lain-lain.
I.
Keistimewaan Hukum Pada Masa Rasulullah Saw
Hukum yang ditetapakan pada masa ini mempunyai beberapa
karakteristik, antara lain:
1.
Penetapan
hukum secara bertahap. Hal ini bisa terjadi pada dimensi waktunya atau pun pada
jenis hukumnya sehingga hukum yang dibebani kepada umat Islam benar-benar bisa
diterima dengan mudah dan tidak memberatkan.
2.
Mengangkat
beban, artinya karakteristik hukum pada masa ini selalau menuntut kemudahan dan
keluasan dan tidak memberatkan atau pun menyulitkan seperti yang ditegaskan
dalam salah satu firmanNya:
“….Allah
mengendaki kemudian bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran….”
3.
Berlakunya
nasakh(amandemen) hukum. Proses nasakh ini dilakukan dengan
mempertimbangkan kepentingan umat dan untuk meringankan beban hukum (taklif).
J.
Ijtihat Dalam Menetapkan Hukum Pada Masa Rasulullah Saw
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, fiqh
yang berlaku pada masa itu adalah fiqh wahyu. Arinya, sumber hukum
pada waktu itu hanya bersumber dari wahyu semata. Walaupun begitu, ketika
timbul suatu masalah, Rasulullah saw pernah melakukan ijtihatdan menyuru
sahabatnya untuk berijtihat pula. Jika ijtihat tersebut salah, maka
diluruskan dengan wahyu pula.
Pada masa ini, metode ijtihatmerupakan
cara yang legal dan diakui sebagai salah satu sumber hukum tapi hal itu dengan
syarat tidak bisa terpisah dari wahyu dalam kata lain, eksisitensinya menunggu
persetujuan wahyu.
1.
Kesatuan hukum
Hukum
yang diterapkan pada masa ini adalah berdasarkan satu sumber sehingga
menciptakan kesatuan hukum dan tidak menimbulkan perbedaan secara perselisihan
karena bermuara dari satu sumber, yaitu wahyu. Adapun iijtihat, baik ijtihat
Rasulullah saw maupun ijtihat sahabat semuanya dianggap hukum apabila
mendapatkan justifikasi dari wahyu, baik itu dari proses pembetulan atau pun
melauli penegasan wahyu.
2.
Kodifikasi hukum
Dalam rangka
menjaga keutuhan dan keamana hukum serta sosialisasinya, Rasulullah saw selalu
menuliskan wahyu dengan cara mengangkat beberapa orang sekretaris seperti Zaid
bin Tasbit, Ali bin Abi Thalib, dan lainya. Tugas mereka adalah menulis semua
hukum yang telah ditetapkan oleh wahyu sehingga semua hukum yang diturunkan
melaluinya sudah terkodifikasi dalam bentuk tulisan-tulisan, baik itu ditulis
diatas kulit ataupun di atas pelpah-pelpah kurma sehingga ketika Rasulullah saw
meninggal, hukum-hukum tersebut sudah terpatri dalam halaman mereka. Tertulis
dalam berbagai media walaupun belum tersusun dengan rapi. Dapun hukum yang
ditetapakan secara makna saja (hadist) tidak dikodifikasi dalam bentuk tulisan
tapi lebih banyak dalam bentuk hafalan-hafalan. Hal itu untuk menghindari
tercampurnya hadis-hadis dengan hukum yang ditetapakan secara lafaz dari Allah
swt.